Asal Ulas – Freudian (Daniel Caesar)

YouTube dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu medium persentuhan dengan musik-musik baru –setidaknya belum pernah saya dengar sebelumnya– bagi saya. Dan Daniel Caesar menjadi satu dari sekian banyak musisi yang saya kenali lewat YouTube. Nomor populernya, “Get You” yang juga menjadi nomor pembuka album Freudian ini menjadi salah satu video musik yang saya singgahi ketika mengaktifkan mode autoplay saat memulai pengembaraan dari lagu Childish Gambino, “Redbone”.

Beberapa bulan lamanya saya hanya mendengarkan “Get You” sebelum kemudian mulai mendengarkan satu album penuh “Freudian” lewat unggahan YouTube seseorang dan pada akhirnya membeli album penuh perdana Caesar yang dirilis pada Agustus 2017 silam itu lewat iTunes. Setelah mendengarkan penuh beberapa kali, brilian adalah kata yang selalu terbersit ketika harus diminta (tak pernah ada yang melakukannya, memang!) menilai album ini.

Ya. Brilian. Sejak nomor pembuka hingga akhir, “Freudian” begitu memanjakan telinga saya yang entah mengapa ketagihan musik-musik R n B Soul semenjak bersentuhan dengan dengan album “Awaken, My Love” (2016) milik Childish Gambino yang disebut-sebut oleh salah satu media pengulas sana sebagai pemakna ulang genre R n B Soul.

Suara Caesar tentu menjadi salah satu penentu utama mengapa musik-musik di “Freudian” menjadi sangat nyaman untuk dinikmati setiap hari, berulang-ulang. Di kereta commuter line Pondok Ranji-Tanah Abang PP. Di jalan ketika mengayuh sepeda menuju kantor. Di kantor ketika menghadapi pekerjaan menyunting setumpuk naskah berita. Di teras depan ketika giliran piket malam bertemankan dua bungkus rokok dan secangkir kopi. Di kamar tidur ketika berbaring di atas memburu rasa kantuk. Di tempat janji kencan yang berakhir buruk. Di ruang tunggu bandara. Di atas pesawat. Di tengah tugas peliputan di luar kota. Di kamar hotel selepas reuni singkat dengan ibu angkat semasa kuliah di perantauan. Di manapun, percayalah anda akan menikmati 44 menit 47 detik yang menyenangkan, jua menenangkan. Saya bahkan menulis ulasan ini sembari mendengarkan kembali “Freudian” secara berurutan dan teratur.

Alunan musiknya yang ringan tanpa hentakan berlebih bertemu dengan suara Caesar yang renyah, ataupun suara-suara berwarna serupa yang dimuntahkan lawan duetnya di beberapa lagu sungguh, akan menjadi teman melewati hari yang sungguh bersahabat.
“Freudian” berisikan 10 nomor yang sepertinya tak banyak tertata untuk menceritakan sebuah cerita secara utuh. Kecuali nomor kelima “Loose” dan keenam “We Find Love” yang membuat pengalaman mendengarkan “Freudian” seperti memutar kaset tape. “Loose” seolah menjadi penanda berakhirnya Side A “Freudian”, sebelum “We Find Love” membuka Side B. Keduanya berbagi sepotong lirik yang sama. Potongan lirik outro “Loose” menjadi verse pertama “We Find Love”. Permainan lirik yang efektif dan efisien sekaligus mengagumkan, sebab berarti rangkaian album yang seluruhnya tentang cinta anak muda ini agaknya bertautan penuh. Boleh jadi itu bukti bahwa saya tak lagi muda. Mungkin.

Sebagaimana saya sudah sebutkan di atas, seluruh “Freudian” adalah serangkaian lagu-lagu menyenangkan dan menenangkan yang utuh. Mungkin akan menjadi tugas yang sulit bagi seseorang untuk menentukan mana nomor favorit di antara 10 nomor yang tersaji di dalam “Freudian”. Tapi bagi saya pribadi, tiga nomor terbaik album ini bagi saya adalah “Blessed”, “Freudian” dan “Neu Roses (Transgessor’s Song)”.

“Blessed” singkatnya bercerita tentang seorang pemuda yang kadung tresno dengan pemudi pasangannya (atau mantan, entahlah!). Pemuda ini kemanapun pergi, menyanyijan lagu apapun, akan selalu terkenang-kenang si pemudi. Ia menyadari bahwa hidupnya terberkati (pernah) terpenjara bersama pemudi ini. Sebab hidupnya terlalu berantakan, namun di antara kekacauan yang dihadapinya, ia tahu bahwa ia terberkati karena pemudi pernah ada di sana. Dan pada akhirnya ketika kesadaran itu datang ia berulang kali menyatakan akan pulang ke rumahnya, si pemudi itu sendiri. Entahlah berhasil atau tidak.

“Freudian” merupakan nomor penutup yang judulnya diambil menjadi tajuk album ini. Lagi-lagi bercerita tentang rasa syukur seorang pemuda akan cinta seorang pemudi yang disebut-sebut menyelamatkan hidup si pemuda. Namun, kalau disimak sekejap, “Freudian” menjadi sebuah penutup kisah cinta sepasang muda mudi yang harus berpisah. Setidaknya 4 menit dan 40-an detik pertama adalah sebuah puja puji rasa syukur atas hubungan pemuda dan pemudi yang tak pernah dipercaya bisa dijalani oleh si pemuda (seperti diceritakan di nomor pertama “Get You”). Termasuk rentetan makian bahwa si pemudi seharusnya bersikap jujur menuangkan perasaannya juga (dengarkan itu Polina Alexandrovna Pravosjka!). Namun setelah jeda hampir dua menit dalam kebisingan, Anda akan diperdengarkan sebuah titik closure (atau kesadaran, tolong kalau ada yang bisa mengalihbahasakan closure dengan pas beri saya saran, terima kasih.) si pemuda atas kehancuran hubungannya dengan pemudi. Bahwa pada akhirnya, ia menyadari egonya memainkan peranan yang terlampau besar dalam perjalanan hidupnya. Tak ada yang salah sebetulnya.

“Neu Roses (Transgessor’s Song” menjadi nomor yang dimainkan secara akapela pada intronya, kemudian alunan musik soul yang sangat mengundang untuk menggoyangkan kepala dan tubuh bagian atas Anda. Sungguh untuk nomor yang satu ini saya memilih untuk memilih menikmati alunan musiknya secara penuh ketimbang menelisik lagu ini dari liriknya. Mungkin itu juga alasan saya tidak menemukan benang merah secara meluruh dari album “Freudian” ini.

Sekali lagi, jika Anda punya cukup waktu untuk menikmati musik yang menyenangkan dan menenangkan (hanya terpaut satu huruf Y semata, tapi jarang yang bisa mencakup keduanya dalam waktu bersamaan!) dengarkanlah “Freudian” ini.

Dan jika Anda punya waktu lebih, boleh juga mencicipi musik-musik lain Caesar di beberapa EP maupun single yang ia keluarkan sebelum “Freudian”. “Japanese Denim” (2016) menurut saya salah satu nomor yang harus disimak dari single Caesar. Anda juga sebaiknya tidak lupa mendengarkan petikan gitar dan sedikit suara Caesar sebagai penyanyi latar di nomor “First World Problems” milik Chance The Rapper yang diperkenalkan lewat debut penampilan live di acara unjuk bincang televisi The Late Night Show with Stephen Colbert pada September 2017 silam. Selamat mencoba. Selamat bersenang-senang dan bertenang-tenang.

*selepas ulasan ini ditulis, saya baru sadar kalau Caesar awal Maret kemarin manggung di Jakarta, dalam special show-nya Java Jazz Festival 2018. Sialan!

1 Comment

Leave a comment